Mantan anggota Tim Delapan, Amir Syamsuddin, melayangkan kritik atas sikap Komisi III DPR yang menyatakan tak mengakui Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tim Delapan adalah tim yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelidiki kasus Bibit-Chandra tahun 2009.
DPR menganggap Bibit-Chandra masih berstatus tersangka meski sudah mendapatkan deponeeringdari Jaksa Agung atas kasus yang menjerat keduanya.
Amir mengatakan, DPR tak seharusnya menafsirkan bunyi Undang-Undang Kejaksaan Agung sesuai dengan penafsirannya sendiri. Menurut dia, deponeering tak meninggalkan embel-embel apa pun dari kasus yang pernah menjeratnya.
"Mereka (Komisi III) mencoba menafsirkan ketentuan dari UU Kejaksaan Agung. Hak Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi perkara. Tidak ada embel-embel apa-apa pada orang yang dikesampingkan perkaranya," kata Amir kepada Kompas.com, Senin (31/1/2011).Seharusnya, lanjut Amir, DPR melakukan pengajuan uji materi (judicial review) atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Pasal 35c mengenai kewenangan Jaksa Agung menerbitkandeponeering jika tak setuju dengan keputusan tersebut.
"Kalau seperti sekarang, jelas sekali mereka itu mengambil alih kewenangan MK. Tidak bisa seenak perutnya menafsirkan UU dan memperlakukan Bibit-Chandra seperti itu," ungkap mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini.
Dari sisi realitas, menurut dia, keterlibatan Bibit-Chandra juga tidak terungkap dalam persidangan kasus Anggodo Widjojo. "Kalau memang mereka ada kaitannya dalam kasus itu, pasti sudah terungkap dalam sidang Anggodo. Tidak mungkin tidak terungkap sedikit pun. Apa yang dilakukan DPR sangat tidak beralasan," kata Amir.
Komisi III DPR memutuskan tidak mengakui Bibit-Chandra setelah menyelenggarakan rapat internal dan menskors rapat dengan KPK, pagi tadi. Alasannya, Komisi III menilai keputusan deponeering tidak menghapus status tersangka Bibit-Chandra. Penolakan terhadap keduanya, dikatakan Wakil Ketua DPR Tjatur Sapto Edy, merupakan bagian dari pertimbangan etik. (Kompas, 31 Januari 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar