Hal ini disampaikan oleh pakar ekonomi dan politik Amerika Serikat Lex Rieffel, Senin 30 Januari 2012. Dalam perbincangannya dengan VIVAnews, Rieffel mengatakan Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang mengalamiresource curse, atau keterpurukan di tengah sumber daya yang melimpah.
"Indonesia tidak menangani sumber daya alamnya dengan efektif. Pemerintah justru menghancurkan sumber alam dengan terlalu berlebihan dalam mengekploitasi, dan tidak mengalokasikannya untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan," kata Rieffel, yang ahli soal sistem finansial global di Brookings Institution, lembaga riset kebijakan berbasis di Washington DC.
Dia mengatakan pemerintah Indonesia terlalu terfokus pada upaya meningkatkan PDB, tapi mengorbankan sumber daya alam. Statistik PDB yang diperbarui tiap kuartal, ujarnya, juga menyesatkan.
Dia mencontohkan penjualan gas alam hingga miliaran dari Indonesia ke luar negeri. Memang Indonesia untung banyak, sekaligus meningkatkan PDB, tapi kenyataannya gas yang merupakan kekayaan Indonesia akan hilang selamanya. Peningkatan PDB ini malah justru membuat negara semakin miskin.
"Hal ini membuktikan PDB tidak bisa meningkatkan kualitas hidup rakyat. Ada banyak bukti empiris dan studi yang menunjukkan kualitas hidup dan kebahagiaan rakyat tidak ada hubungannya dengan PDB dan kekayaan negara," kata Rieffel.
Hal yang perlu dilakukan Indonesia saat ini adalah melindungi sumber daya alam. Ketimbang menghamburkan uang membeli perangkat perang yang tidak ada gunanya, kata Rieffel, lebih baik menggunakannya untuk perlindungan sumber alam Indonesia yang telah banyak dirusak.
"Sumber hutan dan perikanan Indonesia telah rusak. Hutan digunduli untuk penanaman kelapa sawit. Ini bukan hanya tragedi bagi Indonesia, tapi tragedi bagi kemanusiaan," kata Rieffel.
Selain peningkatan PDB Indonesia, berbagai lembaga pemberi peringkat seperti S&P, Moody's dan Fitch Rating juga berlomba-lomba meningkatkan surat utang Indonesia ke tingkat investment grade pada awal tahun ini. Rieffel memandang miring pemeringkatan tersebut.
"Kamu percaya hal S&P, setelah kesalahan yang mereka lakukan terhadap Eropa? Tidak, badan pemberi rating adalah bagian dari sebuah sistem besar," kata Rieffel.(np)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar